Inilah Gembok Celana Dalam Selama Ramadan
30 Juli 2010
, Posted by Media Berita Terkini at 07.24
Sudah menjadi kebiasaan setiap menjelang Ramadan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sibuk bukan kepalang. Hampir setiap hari mereka melakukan razia di berbagai tempat. Target mereka, apalagi kalau bukan tempat-tempat prostitusi dan hiburan malam.
Razia marak tidak hanya menertibkan tempat-tempat hiburan, warung remang-remang, atau pekerja seks komersial (PSK) di jalanan. Mereka juga menertibkan bangunan-bangunan dan tempat-tempat yang dianggap potensial menganggu ummat Islam dalam menjalankan ibadah puasa.
Di Jawa Timur misalnya, berbagai kota ramai oleh aksi Satpol PP yang meruntuhkan bangunan. Ramai pula oleh aksi penggerebekan tempat-tempat maksiat. Tempat berjudi dihabisi, lokasi prostitusi dibersihkan termasuk juga penghuninya, tempat hiburan ditutup.
Belum cukup sampai di situ, hotel-hotel dan penginapan yang biasa dipakai 'pasangan iseng' juga tidak luput dari perhatian mereka. Petugas Satpol PP itu tidak segan-segan menggedor pintu tiap kamar. Pasangan yang tidak mampu menunjukkan bukti suami-istri terpaksa harus diproses.
Ambil contoh di Kota Situbondo, Jawa Timur. Penggerebekan oleh Satpol PP Pemkab Situbondo menjaring pasangan-pasangan yang tengah berbuat mesum di warung remang-remang. Bahkan Petugas Satpol PP memergoki salah seorang PSK sedang melayani tamu. Begitu mengetahui petugas yang datang ke lokasi, seorang PSK beserta seorang tamunya langsung semburat keluar kamarnya, keduanya kabur dalam kondisi hanya mengenakan celana dalam.
Beberapa waktu sebelumnya, operasi penyakit masyarakat di Tuban, Lamongan, dan Bojonegoro Jawa Timur juga menjaring sejumlah PSK. Hasilnya, enam PSK, tiga mucikari, dan dua pria hidung belang terjaring razia. Sementara tiga pasangan mesum terjaring di Bojonegoro.
Di Jakarta juga demikian, tempat-tempat hiburan malam yang berpotensi mengganggu kesucian Ramadan sudah diwanti-wanti untuk ditutup. Pengusaha tempat hiburan itu sudah mendapat pemberitahuan untuk tidak melebihi jam operasi yang ditentukan.
Itu belum cukup, penertiban juga dilakukan di tayangan-tayangan televisi. Infotainment diminta dihentikan selama Ramadan. Berita yang mengandung gosip, adu domba, dan perselingkuhan harus di-stop. "Tadi malam rapat Komisi I kita sepakat supaya suasana Ramadan ini kita jaga. Kemarin kita dan beberapa teman mengusulkan supaya siaran infotainmen ditiadakan dalam bulan Ramadhan," ujar anggota Komisi I DPR dari Fraksi Demokrat Ramadhan Pohan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/7).
Melihat semangatnya, tentu kita patut berbangga diri. Sebab, upaya penertiban ternyata masih ada. Tentu kita sependapat bahwa memberantas kemaksiatan merupakan upaya mulia untuk menjaga moralitas anak bangsa. Kita juga sependapat bahwa penyakit-penyakit sosial harus diberantas.
Persoalannya adalah, sampai kapan kondisi seperti itu bisa terjaga? Bila melihat mentalitas birokrat kita, tentu kita ragu. Sebab, kondisi seperti itu selalu terjadi setiap tahun, hanya setiap menjelang Ramadan. Intinya, sulit mempertahankan ketertiban. Selama operasi itu hanya musim-musiman, selama itu pula ketidaktertiban akan terus terjadi.
Saat ini, operasi sejenis terkesan hanya formalitas. Lihat saja, operasi di warung remang-remang hanya menjaring PSK dan membawanya ke tempat-tempat rehabilitasi. Sementara, para mucikari dan pria hidung belangnya tetap bebas berkeliaran.
Selain itu, operasi tidak dilakukan secara terpadu dan terencana matang. Artinya, aparat juga harus mencari solusi pascapenertiban itu. Setelah para PSK terjaring, seharusnya pemerintah juga menerapkan kebijakan agar tidak muncul lagi PSK-PSK baru.
Inilah yang terjadi sesungguhnya. Jumlah PSK pendatang baru selalu jauh lebih banyak dibandingkan dengan PSK yang terjaring. Ini disebabkan penegakan ketertiban hanya dijalankan secara represif. Seharusnya, pemerintah mencari upaya pencegahan dan tidak hanya penertiban.
Keberadaan PSK harus dipandang dari berbagai sudut pandang, tidak hanya dari sudut gangguan ketertiban. Sebab, memberantas kemaksiatan, membersihkan ketidaktertiban tidak bisa diberantasn dengan operasi kilat. Bahkan, tidak juga dengan menggembok celana dalam para hidung belang dan penjaja cinta sekalipun. Diperlukan upaya pencegahan yang menyeluruh yang melibatkan banyak pihak. Dan, tentu harus senantiasa berjalan, tidak hanya karena orang akan berpuasa.
Sumber : inilah.com
Currently have 0 komentar: